Total Tayangan Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

Cerpen (Realita sosial)



KAU DAN AKU TAK BERBEDA
Mentari sedang terik-teriknya ketika seorang wanita berkerudung hijau itu berjalan disekitar jalan menuju salah satu Universitas. Ia sesekali menghela nafas akibat berjalan sangat jauh. “brughh..” terjadi sebuah insiden kecil yang menimpanya. “Maaf aku tidak sengaja”, namun pemuda itu langsung pergi tanpa sepatah kata pun.Sesampainya di kampus terdengar suara teman gadis itu memanggil. “ Bunga.. sini”, “ Hai Ai, sedang apa di sini?” tanya Bunga. “ Aku sedang sarapan pagi nih, hey tahu tidak salah satu teman kita yang bernama Rifki, ternyata ia kemarin di tangkap polisi?”. “Kenapa” tanya Bunga kepada Ai yang dijawab dengan santai oleh temannya itu,” Ia membunuh orang tuanya karena masalah ekonomi”. “Inalilahiwainailaihiroziun, tega sekali” kata Bunga. “ Ya begitulah pemuda sekarang”.
Percakapan tempo lalu masih diingat oleh Bunga. Hari ini adalah hari dimana Bunga harus pegi ke mesjid untuk mendengarkan siraman rohani (ceramah) yang diselenggarakan setiap hari minggu. Tiba-tiba Bunga melihat orang yang pernah ia tabrak sebelumnya, masuk ke mesjid yang sama tempat ia mendengarkan ceramah. Wajahnya seketika pucat, Bunga heran apakah pemuda itu hanya sekedar lewat atau memang beragama islam. “Subhanallah... ternyata pemuda itu beragama Islam, ku kira bukan padahal tidak terlihat seperti itu. Tapi bila dipikirkan kembali orang Islam sendiri banyak yang hanya Islam KTP saja. “Bahkan aku sendiri belum tentu taat beribadah”. Gumam Bunga.
Hari semakin sore tapi hujan belum reda hingga saat ini. Bunga pun hanya bisa menatap ribuan butir air hujan yang jatuh ke genggaman tangannya. “ Apa aku lari saja?” katanya. Tanpa disadari Azan Magrib berkumandang, “ Maaf ade, kenapa tidak menunggu di dalam? Lagi pula sudah waktunya salat Magrib, lebih baik salat berjamaah terlebih dahulu!”. Bunga pun mengikuti saran dari Bapak Ustaz. Setelah selesai salat Bunga melihat pemuda itu yang menjadi imam pada hari itu. kekagumannya pun bertambah, tapi rasa penasaran di hati bunga sangatlah besar.
Keesokan harinya bunga melihat Rifki ada di kampus ia menjadi pribadi yang kasar tidak seperti dulu yang baik dan taat beribadah. Entah apa yang membuat dirinya jadi berubah. “ Bunga kata ibumu kemarin pulang terlambat?” tanya Ai. “ Iya, itu karena.....”, belum beres percakapan Bunga dengan Ai, lalu ada seorang murid baru yang wajahnya asing bagi mereka, tetapi Bunga pernah melihatnya. “Eh” pena yang tengah dipegang Bunga terlepas. Bunga menatap pemuda itu lekat, perlahan pemuda itu duduk di bangku paling belakang. “Tadi...” Bunga tampak ragu melanjutkan kalimatnya. “Tadi apa Bunga?” tanya Ai yang heran melihat temannya. “Ah ... tidak apa-apa” kata Bunga sambil tertawa hambar sembari mangerutkan alis dan meletakkan telunjuk di pelipisnya.
Hembusan angin menerpa wajahnya yang dingin. Pemuda itu bernama Rey, ia tidak pernah sekalipun manyapa teman sekalasnya. Jadi teman-tema dikelasnya beranggapan Rey adalah pribadi yang antisosial. Setelah seminggu Rey sekelas dengan Bunga masih saja tidak ada perubahan pada sikap Rey.
Hari jumat adalah hari dimana untuk seluruh kaum Adam yang beragama Islam untuk salat Jumat bersama-sama di surau atau masjid. Rifki yang dulu sering beribadah tanpa lupa waktu tapi sekarang tidak lagi. Bahkan wajahnya yang dulu tenang sekarang tidak pernah menyentuh air wudu. Namun, Rey yang berkepribadian dingin dan awalnya dianggap oleh Bunga bukan beragama Islam sangatlah taat beribadah. “ Bunga ... lihat Rey salat Jumat kita lihat yu. Aku masih penasaran sebenarnya benar tidak dia beragama Islam. Bahkan teman-teman di kelas kita bergosip bahwa Rey anak orang kaya yang berkebangsaan Amerika”. “Benarkah...” kata Bunga tanggapannya dingin sambil mengambil segelas air putih disampingnya.
Lagi, angin berhembus. Menghasilkan suara gesekan tiap daun yang terbawa angin dengan diiringi suara gemuruh tetesan air hujan yang jatuh ke bumi. “Sudah terlalu sore, tapi hujannya masih belum reda” kata Bunga. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. “Kukira hanya aku saja yang belum pulang” gumam Bunga sambil melirik Rey yang sedang menatap hujan.
“Kau belum pulang Bunga?” tanya Rey. Sontak Bunga kaget, ia gelagapan bingung harus menjawab apa. Lalu Bunga hanya tersenyum dengan warna pucat terlukis diwajahnya. “Tawamu jelek”, Bunga pun merasa kesal dan tersinggung atas perkataan Rey. Samar-samar Bunga pun mendengar Rey menghela nafas. “Tawamu jelek karena kau sedang tidak ingin tertawa”, kata Rey. Bunga pun menatap Rey lalu memalingkan wajahnya lagi. “Kenapa kamu menganggapku berbeda?”, Bunga pun bingung dan tidak mengerti dengan pertanyaan Rey. “Tempo lalu kamu pernah mengikutikukan? Untuk mencari tahu aku ini beragama islam atau bukan?” tanya Rey serius.”Eh ... itu”, Bunga pun berhenti tanpa melanjutkan sepatah kata pun karena ia sadar bahwa yang dikatakan Rey semuanya benar. “ Aku selalu memperhatikan kalian terutama kamu. Mungkin aku tidak pandai berkata-kata, tapi aku adalah pengamat yang baik”. Rey tersenyum dan senyumannya itu membuat Bunga malu. “Maaf...”, kata Bunga sambil menundukan wajahnya.
“Aku sudah memaafkanmu. Bunga?”  seru Rey. “Jangan melihat orang dari warna kulitnya, karena keyakinan seseorang dilihat dari hatinya”. Bunga pun diantar pulang oleh Rey karena terlalu malam untuk Bunga pulang sendiri. Sesampainya di depan rumah, Bunga mengucapkan terima kasih. Lalu Rey berjalan pulang, tapi Rey langsung berbalik dan memanggil Bunga. “Bunga kau ingat pertanyaanmu pada Bapak Ustaz malam itu?”, Bunga pun tertegun  lalu menatap Rey.” Bertaaruflah dengan pemuda itu sekarang, karena pemuda itu sudah yakin bahwa kamu adalah calon pendampingnya”. Pipi Bunga pun memerah melihat Rey tersenyum simpul. “Assalamualaikum” sahut Rey dan berbalik meninggalkan Bunga yang menatap punggung Rey lekat.
Cianjur 19 November 2016
IIS ROHMAWATI     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar